NKRI DI
ATAS NERACA;
Sebuah
Refleksi Kedaulatan, Ketahanan, dan Kesejahteraan Negara
oleh: Nur Lailatun Ni'mah
oleh: Nur Lailatun Ni'mah
Indonesia merupakan negara maritim
atau kepulauan terbesar di dunia yang antara pulau satu dengan pulau lainnya
dipisahkan oleh laut.
Sebagai sebuah negara
maritim Indonesia memiliki nilai strategis yang memperoleh pengakuan dari dunia
internasional.
Laut bagi bangsa Indonesia memiliki
arti sebagai medium pertahanan dan keamanan negara yang berorientasi
pada perkembangan lalu
lintas laut dan jenis kapal yang beraneka ragam dengan segala macam dampaknya
bagi negara Indonesia.
Selain itu, laut juga sebagai
medium harapan masa depan. Hal itu
karena secara ekonomis, laut dapat mencadangkan sumber-sumber
kekayaan laut.
Dengan jumlah dan jenis kekayaan laut
yang beragam serta letak Indonesia pada posisi silang jalur laut menyebabkan
kerawanan yang diakibatkan oleh konflik antarindividu maupun negara dalam
menyelenggarakan kepentingan masing-masing. Konflik ini semakin tajam manakala
manusia menyadari bahwa sumber daya alam di darat semakin berkurang dan
kemajuan IPTEK kelautan lebih menjanjikan untuk melaksanakan eksploitasi dan
eksplorasi di laut. Penegakan kedaulatan di laut tidak dapat dilaksanakan tanpa
memahami batas wilayah / wilayah teritorial serta peraturan-peraturan perundangan
yang mendasari penegakan kedaulatan tersebut yang secara keseluruhan pada
hakekatnya bersifat dan bertujuan untuk ketertiban, keamanan (security), dan kesejahteraan (prosperity) dengan
memperhatikan hubungan internasional (international relation).
Pada era globalisasi, kejahatan di perbatasan Indonesia dengan negara
tetangga justru tampak
terabaikan. Perbatasan
seolah teralienasi dari hiruk-pikuk kemajuan negara. Hal tersebut akan
menguntungkan pelaku kejahatan lintas negara. Hampir semua jenis kejahatan tingkat lintas
negara yang bernilai ekonomi tinggi memanfaatkan kelemahan di kawasan
perbatasan.
Penetapan dan penegakan batas wilayah
merupakan hal yang sangat krusial karena menyangkut kedaulatan wilayah
Indonesia di laut.
Aspek perekonomian (pemanfaatan
sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan kelautan), dan aspek hankam serta
stabilitas kawasan merupakan hal yang fital dalam sebuah sistem kenegaraan.
Ini
merupakan sebuah ironi jika Indonesia sebagai pelopor konsep
negara kepulauan lantas nantinya tertinggal dalam pengamanan kedaulatan
wilayahnya. Sekiranya hal ini terjadi maka posisi Indonesia secara geopolitik akan lemah. Jika
sudah lemah dapat memicu
berbagai sengketa di wilayah laut yang sulit diatasi, apalagi dengan kekuatan militer
maritim yang demikian kecil. Peristiwa Sipadan/Ligitan dan peristiwa Ambalat merupakan peringatan dini
terhadap kemungkinan masalah lebih besar di kemudian hari.
Wilayah laut yang demikian luas dengan
pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumber daya alam seperti
ikan dan terumbu karang, minyak
dan gas bumi, serta mineral. Akses-akses itu merupakan kekayaan biologi yang bernilai
ekonomi tinggi. Selain itu, laut juga dapat dimanfaatkan sebagai
wilayah wisata bahari yang tidak kalah ekonomisnya dengan hal-hal di atas. Namun sayangnya keuntungan yang luar
biasa di atas sebagai konsekuensi jati diri bangsa nusantara tidak disertai
dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan. Bangsa Indonesia masih mengidap
kerancuan identitas. Di satu pihak, Indonesia
mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memosisikan diri secara
kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang belum sanggup disejahterakan,
Berbagai
rencana di bidang kelautan dan kemaritiman dibuat dan dideklarasikan, namun
kelembagaan kelautan, pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber
daya manusia belum
pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional yang didominasi oleh kepentingan daratan semata. Dewan
Kelautan Nasional memang dibuat tetapi dengan mandat terbatas dan menduduki
hirarki yang tidak signifikan dalam kelembagaan pemerintahan.
Di balik
semua itu, masyarakat di sekitar perbatasan
sampai saat ini masih mengalami nasib
yang memperihatinkan
karena minimnya perhatian pemerintah. Perbedaan mencolok terlihat antara
masyarakat wilayah pusat dengan wilayah perbatasan dan sekitarnya. Di
wilayah perbatasan tampak bangunan sangat sederhana atau kasarnya disebut gubuk.
Kondisi jalan juga memprihatinkan dan infrastruktur yang ada jelas tidak sedap
dipandang mata, bahkan bisa memilukan hati. Sebaliknya, di wilayah pusat,
terdapat jalan berhotmix dua arah dan banyak bangunan megah, bahkan jika malam
tiba, jutaan lampu warna-warni berkelap-kelip memancarkan keindahan yang bisa
menarik siapa pun untuk mengunjunginya. Namun
di kawasan perbatasan, hanya ada penerangan sekedarnya menggunakan penerangan
dengan minyak gas, damar dan sejenisnya. Hal itu menyebabkan desa-desa tersebut
pada umumnya masih sangat terisolir, tertinggal, dan terbelakang dengan tingkat kesejahteraan
penduduk rendah.
Fenomena itu
disebabkan terbatasnya ketersediaan sarana transportasi, informasi, dan
komunikasi. Kondisi ini
berakibat pada ketergantungan hidup penduduk perbatasan dengan negara tetangga masih sangat tinggi,
Sungguh
ironi memang, kondisi
inilah yang membuat banyak warga Indonesia di perbatasan memiliki identitas
atau ber-KTP ganda, yakni satu identitas bewarga negara Indonesia, sedangkan
identitas lainnya tercatat sebagai warga negara tetangga. Hal
ini dilakukan warga agar mereka mudah keluar dan masuk ke negeri orang, karena
di negeri itu tercukupi segala kebutuhan yang diinginkan, baik untuk keperluan
jual beli maupun keperluan pribadi, bahkan yang lebih mencengangkan dan harus
menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah, banyak warga perbatasan yang
eksodus (bersama-sama orang banyak pindah warga negara).
Persoalan yang mendera warga di
daerah perbatasan itu akibat dari keterisoliran mereka yang dibiarkan selama
puluhan tahun oleh pemerintah. Selain itu batas kepulauan yang ada di Indonesia
selama ini tidak dilengkapi dengan pagar atau pembatas yang menjadi rambu-rambu
bagi negara lain jika memasuki wilayah NKRI. Akibatnya, sering terjadi insiden warga negara asing
memasuki wilayah teritorial Indonesia baik di kawasan darat maupun laut.
Untuk mengatasi ini, pemerintah tidak
bisa bekerja sendiri, namun perlu campur tangan masyarakat pedalaman
(perbatasan), sehingga perbatasan bukan menjadi pintu belakang seperti yang
terjadi selama ini, namun perbatasan harus menjadi beranda depan negara. Penanganan perbatasan bukan hanya
menjadi isu kabupaten dan provinsi, namun juga menjadi permasalahan nasional,
bahkan telah menjadi isu internasional.
Masalah yang cukup komplek dan berat
antarawilayah pusat dan perbatasan yang terlihat yaitu berupa:
1.
Kesenjangan dalam perkembangan sosial ekonomi yang mencolak antarwilayah, antardesa,
antarkota, dan
antarsektor ekonomi.
2.
Kurangnya peranan dan keterkaitan sektor moderen terhadap sektor tradisional.
3.
Terbatasnya sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.
4.
Masih rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan terhadap
fasilatas berusaha, sehingga menjadi kendala menarik investasi.
5.
Terbatasnya infrastruktur
berupa sarana dan prasarana.
6.
Keadaan topografi yang berat, sebagian besar gunung-gunung, sehingga sulit
dijangkau program pembangunan.
Nasib warga
di perbatasan yang sangat memprihatinkan dapat ditilik melalui fasilitas
pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang masih minim. Masih banyak desa yang
terisolir karena tidak memiliki akses jalan darat. Bahkan ada beberapa desa
yang tidak bisa ditempuh melalui jalan air maupun jalan darat, sehingga untuk
mencapai daerah tertentu harus menggunakan pesawat terbang.
Melihat realita kawasan perbatasan
tersebut tentu saja akan menjadi pemicu munculnya rasa prihatin dari
semua pihak yang peduli dan menaruh perhatian terhadap pembangunan kawasan
perbatasan. Hali itu
mengingat betapa penting dan strategisnya peranan kawasan perbatasan, baik dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya maupun dari sudut pandang
pertahanan dan keamanan serta kedaulatan negara.
Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial, ekonomi
maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki persamaan yakni dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah
pusat. Kondisi
itulah yang membuat munculnya gerakan separatisme yang mengemuka di
daerah-daerah perbatasan. Mereka memperjuangkan haknya dengan jalan pintas
seperti yang dilakukan oleh Papua dan Aceh.
Untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan stabilitas
keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta
menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan wilayah perbatasan harus menjadi
perhatian utama. Pengamanan wilayah NKRI harus dilakukan melalui
pendekatan beberapa aspek, terutama aspek demarkasi dan delimitasi garis batas
negara. Pengamanan wilayah NKRI juga dapat dilakukan melalui
pendekatan pembangunan kesejahteraan, politik, hukum, dan keamanan dalam
program pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diharapkan dapat menghasilkan
kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Di sadari
atau tidak, peran masyarakat daerah perbatasan sebenarnya memiliki peranan
sentral dalam proses pertahanan dan keamanan negara, khususnya di wilayah
perbatasan. Sebenarnya dalam proses penjagaan di daerah perbatasan
tidaklah perlu mengerahkan tentara yang banyak untuk berjaga di sana. Cukup
berilah perhatian penuh pada masyarakat tertinggal yang hidup di perbatasan
tersebut, cukupi kebutuhannya dan buka akses jalan, berikan teknologi
dan pendidikan yang layak, buat mereka
percaya terhadap pemerintah dan tumbuhkan semangat cinta tanah air dalam benak
mereka. Jika sudah
demikian maka tanpa disuruh mereka akan
dengan sendirinya menjaga pulau dan daerah mereka dari ancaman negara luar
dengan sendirinya.
Selain itu, untuk meningkatkan dan mengembangkan
sektor pertanian yang
ada di daerah perbatasan,
pemerintah bisa memberdayakan penduduk yang ada di perbatasan dengan membuat
pos-pos penjagaan
yang tidak hanya dijaga
oleh tentara saja, melainkan warga setempat juga. Berilah pengertian pada masyarakat setempat
bahwa orang asing selama ini telah memanfaatkan bumi Indonesia. Selain itu, pos-pos yang dibangun di sekitar
daerah perbatasan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, misalnya dengan membuka akses
perdagangan laut, dengan melakukan proses jual beli, dan membuka pasar-pasar tradisional. Jika hal itu diterapkan
dan dikelola dengan baik, maka akan terjalin hubungan yang saling menguntungkan
kedua belah pihak. Warga
bisa mendapat keuntungan materil,
para anggota TNI bisa melakukan pengawasan dengan baik, dan negara asing pun jika ingin melakukan jual beli di
daerah perbatasan juga di
perbolehkan. Dengan hal itu, kita bisa mewujudkan keutuhan
bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis, adil, makmur, dan sejahtera secara
merata di seluruh pelosok tanah air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar